Minggu, 11 April 2010

Batas Perairan Tumpang Tindih


11 April 2011, Balikpapan -- Polemik perbatasan dua negara antara Republik Indonesia dan Malaysia, ternyata bukan di daratan saja. Hingga kini, batas wilayah perairan kedua negara juga masih tumpang tindih. Hal tersebut terjadi lantaran masing-masing negara memiliki klaim atas batas wilayah perairan.

Hal ini diungkapkan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Agus Suhartono. Dia dikonfirmasi wartawan terkait persoalan batas wialayah perairan RI-Malaysia, sesaat sebelum bertolak ke Jakarta di VIP Room Bandara Sepinggan Balikpapan, sekaligus mengakhiri kunjungan kerjanya ke wilayah perbatasan, kemarin.

“Saat ini Indonesia sudah membuat batas perairan sesuai asumsinya. Begitu juga dengan Malaysia. Kalau klaim tapal batas ini disatukan, akan terjadi tumpang tindih atau overlapping. Akibatnya, ketika ada kapal-kapal patroli Malaysia yang masuk ke batas wilayah yang kita asumsikan, maka kita akan menilainya sebagai pelanggaran batas wilayah. Begitu juga jika kapal patrol kita masuk ke dalam frame yang mereka asumsikan, akan dianggap sebagai pelanggaran,” tegas Agus Suhartono.

Karena itu menurut Agus, kunci dari penyelesaian masalah perbatasan selama ini masih mengedepankan jalur diplomasi. “Penyelesaian persoalan tapal batas ini bisa didapatkan, manakala perundingan perjanjian tapal batas sudah bisa disepakati. Karena itu, kita mendukung upaya pemerintah untuk mengedepankan jalur diplomasi bukan jalur kekuatan. Jika perjanjian tapal batas ini sudah disepakati, jelas mana wilayah kita dan mana yang bukan, barulah kita lebih tegas lagi,” ungkap Agus.

Meskipun begitu menurutnya, pengamanan wilayah perairan juga tetap diperhatikan. Selain mengerahkan 7 Kapal Republik Indonesia (KRI), yang secara rutin patroli di wilayah perbatasan sepanjang tahun, juga dibangun pos-pos pengamanan perbatasan.

“Untuk pos pengamanan perbatasan TNI Angkatan Laut, kita memiliki 6 pos. Empat di antaranya di wilayah utara dan dua di wilayah selatan. Empat pos itu antara lain di Sei Bajau, Sei Pancang, Sei Taiwan, dan satu pos di Perikanan . Tiap pos, masing-masing diperkuat 7 personel, dilengkapi dengan sarana dan fasilitas. Seperti combat boat, kemudian sea radar, dan sarana lainnya,” terang Agus.

Bahkan untuk mendukung pengawasan wilayah perbatasan ini, Mabes TNI Angkatan Laut juga sudah membangun sarana radar pantai di salahsatu pos pengamanan perbatasan.

“Untuk radar pantai ini, dibangun di pos Sei Pancang. Sudah mulai dibangun tahun lalu, dan sekarang sudah beroperasi,” tambah Agus.

Radar pantai ini memiliki kemampuan mendeteksi kapal-kapal yang masuk di wilayah perairan RI, dengan radius hingga 40 mil laut.

Kejahatan Perairan Menurun

Sementara itu terkait masalah kejahatan dan kasus-kasus yang terjadi di wilayah perairan, seperti praktik ilegal, sejak digalakkan operasi dan patroli rutin yang dilakukan jajaran TNI AL bersama kesatuan lain, Laksamana TNI Agus Suhartono menegaskan terjadi penurunan jumlah yang cukup signifikan.

“Kalau dipersentase, saat ini mungkin terjadi penurunan hingga 50 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Saat ini, kejahatan yang terjadi di laut, umumnya memang bukan kejahatan besar, tetapi lebih karena kebutuhan ekonomi para pelakunya, misalnya Illegal oil. Di wilayah timur relatif lebih kecil dibandingkan di wilayah barat ,” terang Agus.

Meskipun tak menutup kemungkinan, jenis kejahatan lain seperti imigran ilegal, illegal fishing, illegal oil, illegal logging juga masih terjadi. “Salahsatu yang saat ini juga sedang jadi perhatian, seperti yang disampaikan gubernur Kaltim dan wali kota, adalah adanya transit batu bara dari kapal besar ke kapal kecil. Ini juga akan jadi perhatian,” tambah Kasal lagi.

KaltimPost

Tidak ada komentar:

Posting Komentar