Minggu, 09 Agustus 2009

Robot Antibom Bandung Belum Sampai Temanggung


10 Agustus 2009, Jakarta -- Estiko Rijanto mungkin sedang galau. Peneliti di Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, itu memang penemu dan perakit Mobil Robot LIPI yang diperkenalkannya tiga tahun lalu sebagai pembantu polisi sebagai penjinak bom.

Tapi, yang pasang aksi di Dusun Beji, Kedu, Temanggung, Jawa Tengah, dan tersiar langsung lewat layar kaca, Sabtu lalu, bukanlah robot kreasinya. "Tidak ada kaitannya. Robot itu milik polisi sendiri," kata dia kemarin.

Pengepungan sebuah rumah yang diduga berhasil mencokok nyawa gembong teroris di Tanah Air pada akhir pekan lalu itu memang ikut melambungkan pamor satu di antara tiga organ penting Gegana sebagai spesialis penjinak bom, yakni robot. Lewat pergerakannya membopong kamera, ia memuluskan langkah polisi melumpuhkan penghuni rumah di tengah ladang jagung berhawa dingin itu.

Robot memang berkembang dan mendapat peran yang semakin penting saja di dunia militer. Bukan cuma di darat, seperti yang terlihat kemarin dengan aksi yang sangat gamblang di Temanggung, tapi juga di udara. Pesawat-pesawat nirawak juga sudah marak menggantikan peran sebagai mata-mata dan bahkan agen serbu yang siap mengorbankan dirinya menggantikan nyawa personel.

Estiko sudah ikut meyakini peran penting para robot belasan tahun yang lalu ketika ia menimba ilmu dan terjun langsung dalam industri otomotif di Jepang. Sempat lari menghindar dari krisis ekonomi di negeri sendiri, penerima Inventor Award LIPI dua tahun lalu itu menekuni bidang teknik kendali, terutama penguasaan unit kontrolir elektronika.

Morolipi, sebuah unit mobil robot berlengan penjepit dan memotong putus kabel yang juga robotik, lalu diciptanya setelah menangkap keluhan anggota polisi dan TNI dalam sebuah seminar tentang minimnya keselamatan dalam menangani serangan bom di Bali pada 2002. Dari seminar yang sama, lulusan Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung itu juga tahu bahwa ada pula keluhan dari anggota Gegana tentang perawatan robot-robot impor yang mereka miliki.

Estiko, yang kini menjabat Kepala Bidang Mekatronik di kantornya yang berbasis di Bandung, Jawa Barat, bercita-cita Morolipi akan separuh harga dari produk sejenis buatan luar negeri yang bisa hampir Rp 1 miliar per unit. Morolipi juga ia proyeksikan unggul karena fleksibel untuk direvisi.

Tiga tahun lalu, mobil robot itu sudah siap dengan keempat roda dan enam sabuk karet timing belt dua muka. "Ini untuk menjawab kelemahan robot-robot impor dari Israel milik Gegana yang saya lihat kesulitan menaiki tangga," katanya waktu itu.

Tiga buah lengan sepanjang masing-masing 70 sentimeter saling tersambung dan bisa menekuk hingga 5 derajat kebebasan. Paling tegak, robot itu mampu menggapai kabel-kabel bom yang terentang setinggi 1,5 meter. Kabarnya, lengan itu juga akan diperlengkap agar bisa mengusung senjata.

Tahun itu juga Estiko bikin target konstruksi Morolipi versi pertamanya sudah bisa unjuk gigi: melaju dengan kecepatan orang berjalan, pengendali yang berjarak sampai 6 kilometer, roda-roda Vespa dan timing belt yang berbagi tugas menaklukkan medan datar dan berundak 27 derajat, serta memotong kabel-kabel seperti yang dikehendaki tuannya.

"Jadi sudah pasti dipesan, nih?" begitu Tempo bertanya tiga tahun lalu. Waktu itu Estiko menjawab, "Terlalu dini untuk menyatakan itu," meski ia mengakui menerima sambutan antusias. Lalu, kemarin, ketika peristiwa pengepungan di Temanggung sudah membuktikan peran penting Hobo si robot impor Gegana--yang supermahal dan diakui tidak luwes untuk pemeliharaan itu, Estiko menyatakan masih menunggu kesempatan untuk memperkenalkan keunggulan mobil robotnya. "Akhir bulan ini kami ingin ekspos (lagi)," katanya.

TEMPO Interaktif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar